5 Upacara Adat Sulawesi Selatan

4 min read

Upacara Adat Sulawesi Selatan Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Sahabat Biru. Selamat pagi, siang, sore, malam, dimanapun Sahabat Biru berada semoga dalam keadaan sehat selalu.

Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, kebiasaan,  norma, kelembagaan, dan hukum adat yang dilakukan di suatu daerah.

Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kesenjangan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang menyimpang.

Itulah sedikit gambaran tentang budaya dan berikut ini adalah upacara  adat Sulawesi selatan yang wajib Sahabat Biru ketahui.

Rambu Tuka

upacara adat sulawesi selatan-Rambu Tuka
lifestyle.okezone.com

Upacara Rambu Tuka’ adalah upacara adat seperti acara syukuran, di dalam upacara ini  tak ada kesedihan, yang ada hanya kegembiraan. Upacara ini menghadirkan semua rumpun keluarga, dari acara ini membuat ikatan kekeluargaan di Tana Toraja semakin kuat.

Upacara ini semakin menarik karena hadirnya berbagai atraksi tarian, dan nyanyian dari kebudayaan Toraja yang unik.

Upacara Rambu Tuka’ dilaksanakan sebelum tengah hari di sebelah timur tongkonan. Ini berbeda dengan Rambu solo yang digelar tengah atau petang hari dan diadakan di sebelah barat tongkonan.

Sebagai upacara kegembiraan, Rambu Tuka’ digelar saat meningginya matahari.

Ada beberapa seni tari yang mengiringi upacara adat ini, yaitu:

  • Pa’ Gellu
  • Pa’ Boneballa
  • Gellu Tungga’
  • Ondo Samalele
  • Pa’dao Bulan
  • Pa’burake
  • Memanna
  • Maluya
  • Pa’tirra’
  • Panimbong
  • Dan lain-lain

Seni musik yang mengiringi diantaranya:

  • Pa’pompang
  • pa’Barrung
  • Pa’pelle’

Adapun tingkatan upacara Rambu Tuka’ sebagai berikut :

  • Kapuran Pangngan
  • Piong Sanglampa
  • Ma’pallin atau Manglika’ Biang
  • Ma’tadoran atau Menammu
  • Ma’pakande Deata do Banua
  • Ma’pakande Deata diong padang
  • Massura’ Tallnag
  • Merok
  • Ma’bua atau La’pa
  • Mangrara banua

Rambu Solo

upacara adat sulawesi selatan-Rambu Solo
www.boombastis.com

Rambu Solo adalah upacara adat kematian masyarakat Tanah Toraja. Tujuan acara ini adalah untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh.

Mereka percaya dengan Rambu Solo bisa mengantarkan roh kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan.

Orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini dilaksanakanornamen. Maka dari itu upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan kematian.

Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai orang yang sedang sakit. sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya orang hidup.

Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Biaya upacara pemakaman akan semakin mahal jika orang yang meninggal memiliki harta yang banyak atau kekuasaan yang tinggi.

Dalam agama Aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar dan mewah.

Saking mewahnya pesta pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ribuan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.

Sebuah padang rumput yang luas akan disiapkan untuk tempat prosesi pemakanan yang disebut Rante. Selain sebagai tempat pelayat yang hadir, Rante juga sebagai tempat lumbung padi.

Biasanya berbagai perangkat pemakaman dan lainnya akan dibuatlan oleh keluarga yang ditinggalkan.

Ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja digambarkan dengan alunan musik suling, nyanyian, lagu, puisi, tangisan, dan ratapan.

Upacara pemakaman ini baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan. Alasannya jika keluara yang ditinggalkan belum memiliki uang yang cukup, mereka akan mngumpulkan nya terlebih dahulu.

Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan. Sebelum melakukan perjalanan ke Puya, arwah orang mati akan tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai.

Puncak dari upacara Rambu solo ini biasanya dilaksanakan di sebuah lapangan khusus.

Dalam upacara ini terdapat beberapa rangkaian ritual, diantaranya:

  • proses pembungkusan jenazah
  • pembubuhan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah
  • penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan
  • proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir

Setelah pemakaman para warga akan menyembelih sapi, tapi sebelum disembelih sapi-sapi itu akan diadu terlebih dahulu. Hal tersebut akan menjadi salah satu atraksi budaya yang akan dipertontonkan. Selain itu ada juga pementasan beberapa musik dan beberapa tarian Toraja.

Hampir sama dengan adat di Sumbar yang “menggunakan” babi, selain menyembelih kerbau, mereka juga menyembelih babi untuk dijajarkan di padang.

Mereka percaya bahwa arwah akan lebih cepat ke akhirat jika menggunakan dua hewan tersebut. Maka dari itu jika keluarganya memiliki harta yang berlimpah, penyembelihan hewan bisa samapi puluhan bahkan ratusan.

Tinggoro Tedong

Tinggoro Tedong-kerbau
pixabay

Tinggoro Tedong adalah salah satu tradisi “kematian” lainnya dari Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya dari suku Toraja. Tradisi ini merupakan tradisi yang bersangkutan dengan hewan dan kematian.

Hewan yang digunakan dalam tradisi ini adalah kerbau. Kerbau di sini akan disembelih dengan cara ditebas lehernya dalam satu kali tebasan. Tinggoro tedong juga menjadi rangkaian dalam upacara Rambo Solo di masyarakat suku toraja.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menyembelih kerbau tersebut. Kaki kerbau harus diikat sekuat mungkin pada kayu yang sudah ditancapkan ke dalam tanah. Hal itu bertujuan agar kerbau tidak kabur saat disembelih.

Dalam beberapa kasus, kerbau harus disembelih beberapa kali jika kerbau tidak mati dalah satu kali tebasan. Mungkin bagi masyarakat luar khususnya yang bermayoritas muslim, hal ini kurang baik untuk dilakukan Karen terlihat seperti menyiksa hewan.

Namun, bagi masyarakat Toraja sendiri, acara ini sudah menjadi tradisi turun temurun dari leluhur dan tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Mungkin mereka mempunyai maksud dan tujuan tersendiri dalam melakukan tradisi ini.

Sisemba

upacara Sisemba
pixabay

Sisemba adalah puncak dari pesta panen bagi masyarakat Toraja. Sisemba dalam bahasa Toraja berarti saling menendang. Prosesnya dilakukan oleh ratusan orang dalam sebuah lapangan terbuka.

Uniknya, tradisi ini seolah berlangsung tanpa aturan dan terkesan brutal dimana orang saling menerjang dan menendang untuk menjatuhkan lawannya.

Sepanjang sejarah pertunjukan Sisemba, banyak orang yang sudah menderita luka dan patah tulang. Meski begitu, tradisi Sisemba masih terus memikat generasi-generasi selanjutnya.

Ketika Sisemba digelar, semua orang pasti datang dari berbagai daerah. Mereka berkumpul dan membentuk sendiri kelompoknya masing-masing. Tidak ada kegiatan pembuka yang macam-macam.

Setelah aba-aba dimulai, spontan semua orang langsung saling terjang. Bunyi pukulan pun terdengar di sana sini tanpa henti disertai dengan teriakan keras.

Tradisi Sisemba mengandalkan kuda-kuda serta kekuatan kaki untuk saling menjatuhkan lawannya. Masing-masing peserta berpasangan dan berpegangan tangan untuk mendapatkan kekuatan terjangan. Mereka mencoba menjatuhkan lawan dari berbagai arah dan posisi bahkan saling memukul secara bersamaan.

Meski terkesan brutal, tradisi Sisemba memiliki aturan ketat yang tidak tertulis dan telah disepakati secara adat. Salah satu aturannya adalah ketika lawan sudah terjatuh di tanah, ia tidak bisa lagi diserang sampai ia kembali berdiri.

Budaya Sisemba adalah bentuk tradisi di mana sportivitas ditegakkan secara nyata. Kekerasan dalam prosesnya adalah bentuk filsafat yang menunjukkan bagaimana manusia harus menghadapi hidup dengan keras, tetapi tetap harus berjalan sesuai dengan aturan.

Ma’nene’

upacara adat sulawesi selatan-Ma’nene’
journal.sociolla.com

Di beberapa daerah di Toraja ada tradisi menggantikan pakaian mayat para leluhur.
Ritual ini di kenal dengan sebutan Ma’nene’. Dibilang unik dan khas, mengingat ritual ma’nene’ biasanya di lakukan oleh warga Kecamatan Baruppu’, Pangala’ dan sekitarnya, di Kabupaten Toraja Utara.

Ritual ini di lakukan setiap tahunnya dan ada juga yang hanya ma’nene’ 3 tahun sekali. Upacara ma’nene’ hanya di laksanakan setelah musim panen selesai, yakni jatuh pada bulan Agustus sampai September.

Acara ini dilakuka, bukan untuk orang-orang biasa saja, yang mengadakan acara ini biasaya para bangsawan.

Ma’nene’ ini adalah sebagai wujud rasa sayang, rasa hormat, dan rasa berterima kasih kepada pada leluhur lewat tindakan nyata. Mereka percaya bahwa arwah para leluhur akan melihat setiap perbuatan anak cucunya di dunia fana ini.

Itulah tadi beberapa Upacara Adat Sulawesi Selatan, dan hingga kini masih tetap di lakukan oleh masyarakat setempat.

Penyebab dan Akhir Dari Perang Aceh

Perang Aceh merupakan perang yang paling lama dan menjadi penyebab banyaknya korban berjatuhan. Perang ini juga merupakan perang terakhir yang dilakukan Belanda dalam rangka...
News
3 min read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *